Senin, 23 April 2012

Sabtu, 05 November 2011

Dulu sepertinya butuh waktu serharian buat keliling kampung. Sekarang semuanya seperti mengecil. Langkah dewasa gue membuat semuanya terasa menciut. Dulu juga setiap malam takbir, teman-teman malah mengajak untuk main bola di masjid. Bola dari kumpulan plastik yang dibuat bundar, tapi seru. Malam itu jadi ajang lari-larian di masjid. Seolah menjadi hari bebas masjid. Bagaimana tidak, yang biasanya masjid terlintas sakral, kala itu berubah menjadi arena bermain. Menganggu anak-anak lain yang sedang bertakbiran di mic, menggunakan mimbar untuk petak umpet, dan cuma satu yang membuat kita tidak keluar nakalnya, yaitu jika melihat kurung batang yang memang terpajang dekat tempat wudlu.

Takbiran kali ini juga tepat setahun ayah gue pergi dari rumah. Yah, biarlah merasakan puber yang kedua mungkin. Selalu teringat tentang dia yang suka muterin lagu-lagu iwan fals sebelum tidur waktu gue kecil dulu. Kumpulan kaset Iwan fals dulu banyak sekali di rumah, sekarang hilang ga tau kemana. Dengan radio tape sederhana, Iwan Fals setia menemani sebelum tidur gue hampir setiap malamnya. Wajar sekarang gue jadi pribadi yang skeptis dengan negara, karena memang sejak dari dulu sudah dicekoki lagu-lagu berani dari Iwan Fals.

Ada salah satu lagu dari Iwan Fals yang sepertinya dulu ini jadi track favorit ayah gue. Sampe hafal gue karena saking seringnya dia mengulang lagu itu. Judulnya SEMOGA KAU TAK TULI TUHAN.Liriknya mantap.Hingga dewasa sekarang, gue ga pernah bosan denger lagu ini. Berikut liriknya:

Begitu halus tutur katamu
Seolah lagu termerdu
Begitu indah bunga-bungamu
Diatas karya sulam itu

Dengarlah detak jantung
Benihku yang ku tanam dirahim mu
Semua warna yang kita punya,
Segala rasa yang kita bina

Ku harap kesungguhanmu,
Kaitkan jiwa bagai bunga dikarya itu
Ku harap keikhlasanmu,
Sirami benih yang ku tabur ditamanmu
Oh jelas, rakit pagar semakin kuat tak goyah,
Walau diusik unggas


Pintaku pada Tuhan mulia
Jauhkan sifat yang manja
Bentuklah segala warna jiwanya
Diantara lingkup manusia
Diarena yang bau busuknya luka


Bukakan mata pandang dunia
B'ri watak baja padanya
Kalungkan tabah kala derita
Semoga kau tak tuli Tuhan,

Iwan Fals - Semoga Kau tak Tuli Tuhan

Lagu ini seperti doa untuk gue dulu yang masih kecil. Dan gue masih akan kangen ayah setiap denger lagu ini. Dia menyanyi lantang lagu ini di setiap menjelang tidur gue. Setiap lirik seakan harapan untuk dewasa gue kini. Dan gue akan tetap rindu dengan dia.

Terima kasih, kini aku yang harus melempar dadu ini.
Melanjutkan permainan yang setengah jalan.
Maaf jika aku berjalan pelan, tidak seperti doa yang tersirat di lirik itu.

Rabu, 12 Oktober 2011

Senja yang Kau Cerna..

Merebah malam adalah terpasung rindu kepadamu
Cerita hangat, genggam yang erat serta musik yang mengalun malu
Bukan aku tapi kau yang memanggilnya
Tentang pagi yang merona hingga senja yang kau cerna
Memberaikan semuanya
Waktu, rindu, dan cinta...

Minggu, 24 Juli 2011

I can't say anything
Or bring you something
I hope you can feel this
My desire...

Desire - Pure Saturday

Sabtu, 23 Juli 2011

 Tulisan ini adalah dari buku Helen Keller:

"Pejamkanlah matamu dan saksikanlah mereka muncul para ksatria dan para putri yang kusayangi. Mereka datang dengan hiasan bulu burung dan berturban, berbaju zirah, dan berpakaian sutra. Gadis-gadis lembut berbaju abu-abu. Pangeran-pangeran ramah dengan jubah merah. Si centil dengan mawar merah di rambutnya. Pendeta-pendeta dengan jubah bertudung yang bisa menyelubungi menara Minster. Gadis-gadis kecil yang malu-malu memeluk boneka kertasnya. Anak-anak sekolah berpipi tembam. Profesor linglung yang membawa sepatu  yang terkempit di ketiaknya dan kelihatan sangat bijaksana, diikuti oleh nenek sihir, peri, kurcaci dan pasukan yang baru dilepaskan dari perahu Nuh yang selama ini terombang-ambing dihantam badai. Mereka berjalan, melenggang, melayang, dan berenang. Beberapa ada yang datang melewati api. Seorang peri sungai memanjat ke bulan, memiliki tangga yang terbuat dari dedaunan dan embun beku. Seekor merak berparuh besar terbang di sela- sela dahan pohon delima dan mematuk-matuk buahnya yang kemerahan. Lalu ia menjerit begitu keras, hingga Apollo dikeretanya yang berapi berpaling; dari busurnya yang mengkilap ia pun membidikkan sebatang panah ke arah merak itu. Namun bidikan ini sama sekali tak membuat si merak terganggu. Ia memebntangkan sayapnya yang bak permata dan memamerkan ekornya yang indah beujungkan api ke muka si dewa matahari!

Lalu datanglah Venus, persis seperti patung yang kupunyai, agung, bermata teduh, menari kalem dan berwibawa seperti ratu Elizabeth, dikelilingi pasukan cupid yang manis berpipi merah dan mengendarai awan bersemu merah muda, berayun ke sana-kemari ditiup angin semilir, sementara di sekitarnya menari-narilah bunga-bunga dan sungai-sungai dan pohon ceri jepang yang aneh yang ditanam di dalam pot! Di belakang mereka datanglah si Pan dengan rambutnya yang hijau dan sendalnya yang berhiaskan permata; dan di sisinya, hampir aku tak dapat mempercayai penglihatanku sendiri, berjalanlah seorang biarawati sederhana yang memutar rosarionya. Di kejauhan tampaklah tiga penari bergandengan tangan; komentar yang kurus kelaparan, lawakan yang gemuk dan berlesung pipit, dan khotbah tentang nasib. Tak jauh dari mereka datanglah serangkaian malam dengan rambut terurai oleh angin dan Hari-hari dengan ranting-ranting kering di punggungnya. Segera kulihat juga tubuh tambun Kehidupan bangkit di antara kerumunan itu, memegang bayi telanjang di satu tangannya dan pedang di tangan lainnya. Seekor beruang berada di dekat kakinya, dan di sekelilingnya berputaran dan berkilauan jutaaan atom yang bersama-sama menyanyi; "kami adalah kehendak Tuhan." Atom kawin dengan atom. Zat kimia kawin dengan zat kimia. Dan tarian kosmik itu pun terus berlangsung dengan aturan yang berubah dan tak berubah, sehingga kepalaku menjadi pening dan berdenging.

Ketika baru saja hendak meninggalkan peragaan batin ini untuk berjalan ke kebun yang tenang di dunia mimpi, aku melihat ada keramaian di salah satu pintu masuk dari Istana Pesonaku ini. Jelas nyata dari bisik-bisik dan desas-desus bahwa ada orang yang terkenal yang baru tiba. Tokoh yang pertama kulihat adalah Homer, yang sudah tidak buta lagi. Ia membawa rantai emas dan menarik kapal-kapal beranjungan putih orang-orang Achaia yang mengangguk-anggukkan kepala dan berceloteh seperti segerombolan angsa putih. Plato dan Mother Goose, bersama anak-anak yang hidup di dalam sepatu, menyusul di belakangnya. Simple Simmon, Jill, Jack yang kepalanya sudah diobati, dan si kucing yang jatuh ke dalam krim menari-nari, berputar-putar, sementara Plato dengan tenang memberikan pelajaran tentang hukum di negeri jungkir balik. Setelah itu tampil si Calvin yang berwajah angker dan Sappho yang berwajah manis dan bermahkota ungu, yang menari tarian Schottische. Aristhopanes dan Moliere juga bergabung untuk meramaikan suasana, keduanya  berbicara secara bersamaan. Moliere berbahasa Yunani dan Aristophanes berbahasa Jerman. Menurutku ini aneh, karena Jerman adalah bahasa mati sebelum Aristophanes lahir. Shelley yang bermata bening membawa seekor burung gereja yang mengepak-ngepakan sayapnya; ia lalu menyanyikan lagu chanticleer-nya Chaucer. Henry Esmond mengulurkan tangannya untuk mengajak Dianna dar crossway untuk berdansa. Sepertinya Henry tidak memahami lelucon Dianna di abad ke-19; sehingga ia tidak tertawa. Atau mungkin Henry tak berselera lagi melihat wanita-wanita yang cerdas. Anon Dante dan Swedenborg datang bersama-sama sambil berbincang dengan asiknya tentang hal-hal yang jauh dan mistis. Swedenborg bilang bahwa udaranya sangat hangat. Dante menjawab bahwa ada kemungkinan hujan turun di malam hari.

Tiba-tiba terdengar suara yang sangat ramai ,dan ternyata "Pertarungan Buku" baru saja dimulai kembali. Dua tokoh terlibat dalam perdebatan seru. Yang satu berpakaian sederhana buatan tangan, yang satu lagi memakai jubah ilmuwan di atas jas yang campur aduk. Dari percakapan mereka aku bisa tahu bahwa mereka adalah Cotton Mather dan William Shakespeare. Mather menuntut agar para tukang sihir dalam Macbeth ditangkap dan digantung. Shakepeare menjawab bahwa mereka sudah cukup menderita di tangan para kritikus sastra. Lalu mucul 12 ksatria Meja Bundar yang mendorong kedua orang itu ke samping; mereka berbaris sambil membawa baki yang di atasnya duduk si angsa yang bertelur emas. "Kuda Sang Paus" dan "Lembu Emas" mengadakan pertempuran antara sejarah dan fiksi,seperti yang sering kubaca di buku-buku tetapi yang belum pernah kusaksikan sendiri. Binatang-binatang kecil ini kemudian dinbikin lari berhamburan oleh seekor gajah besar yang berjalan masuk dan Rudyard Kippling duduk di atas belalainya. Gajah itu kemudian berubah menjadi sebuah Rakish craft. Mungkin sitelantarkan oleh para bajak laut liar dari laut selatan; karena kulihat seorang pria bermata tajam dan berjaket beludru bergantungan di temalinya dan dengan gembira bersorak ketika kapal itu tenggelam. Ketika kapal itu hampir hilang dati penglihatan, Falstaff bergegas  menyelamatkan nahkodanya yang kesepian dan kemudian mencopet dompetnya. Namun Miranda membujuknya untk mengembalikan dompet itu. Stevenson berkata: "siapa yang mencuri dompetku, maka ia mencuri sampah!" Falstaff tertawa dan bilang bahwa itu lelucon yang sangat lucu, sama lucunya dengan lelucon yang pernah ia dengar di zamannya.

Dan ini menjadi sinyal bagi keluarnya sekumpulan kutipan bijak. Kutipan-kutipan itu bergegas, maju-mundur;segerombolan frasa awal setengah jadi, kalimat kalimat yang terpenggal, perasaan-perasaan yang dijadikan parodi, dan metafora-metafora yang luar biasa. Aku tak bisa membedakan frasa-frasa atau gagasan-gagasan buatanku sendiri dengan buatan orang lain. Aku melihat sebuah kalimat yang miski, compang-camping, dan menciut- kemungkinan adalah milikku- yang menangkap sayap-sayap gagasan yang baik dengan cahaya jenius bersinar seperti cahaya halo di kepalanya."


Lalu bagaimana bisa seorang Helen Keller -yang Buta dan Tuli sejak bayi- bisa menulis Tulisan yang magis seperti ini kalau tidak dengan IMAJINASI.....  :D

Selasa, 19 Juli 2011

Aku sering diancam
juga teror mencekam
Kerap ku disingkirkan
sampai dimana kapan

Ku bisa tenggelam di lautan

Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan
tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti

Aku sering diancam

juga teror mencekam
Ku bisa dibuat menderita
Aku bisa dibuat tak bernyawa
di kursi-listrikkan ataupun ditikam

Tapi aku tak pernah mati

Tak akan berhenti
Tapi aku tak pernah mati
Tak akan berhenti

Ku bisa dibuat menderita

Aku bisa dibuat tak bernyawa
di kursi-listrikkan ataupun ditikam

Ku bisa tenggelam di lautan

Aku bisa diracun di udara
Aku bisa terbunuh di trotoar jalan


Efek Rumah Kaca - Di udara